KOMUNITAS MUSISI JEMBER :: Mad Jhony Gineng jadi idola baru ketika tampil menyanyikan lagu-lagu rock. Padahal dia dulu adalah seorang petinju maut andalan Jember dan Jatim.
Achmad Chusairi, Dari Petinju Sukses Menjadi Seorang Rocker
Di Atas Ring Mad Nasek, Di Atas Panggung Mad Gineng
Kharakter vokalnya khas. Achmad Chusairi, penyanyi yang lagi naik daun di Jember ini dulunya petinju terkenal dengan nama ring, Mad Nasek. Yang jelas, baik dalam ring maupun atas panggung hiburan, selalu tampil garang.
Tidak ada yang menyangka, jika Achmad Chusairi adalah mantan petinju. Bahkan di kalangan musisi Jember sekalipun. Apalagi jika di atas panggung Achmad Chusairi sudah ’jingkrak-jingkrak’ menyanyikan lagu rock dengan karakter vokalnya yang sangat khas itu.
”Saya juga heran kenapa sekarang kok jadi penyanyi,” cetus Achmad Chusairi, sambil ketawa lebar.
Pria berkulit legam kelahiran Jember 13 Oktober 1969 ini adalah mantan petinju berbakat. Mulai amatir sampai tinju pro pernah dilakoninya. Namanya petinju, latihan super berat, mandi keringat sampai berdarah-darah ketika tampil di atas ring pernah dilakoninya.
Pria yang tinggal di Jalan Letjend Soeprapto Gang IV Nomor 180 Kelurahan Kebonsari Jember ini mulai meniti karir sebagai petinju sejak usai SLTP. Dia berlatih di sasana yang tak terlalu jauh dari rumahnya, di sasana Power BC, yang saat itu diasuh oleh almarhum Fadjar Indrajid.
Di salah satu sasana legendaris yang sekarang tinggal nama itu, dia satu angkatan dengan para mantan petinju seperti M Chotib, Sutikno, Slamet Arber, Ripin, Sa’i, Hadi, serta Gayo dengan Bunadi (keduanya sudah almarhum, Red).
Di era 86 itu, tinju Jember memang sedang ngetop-ngetopnya. Saat itu banyak petinju tangguh yang bermunculan seperti Aloysius Cry, Rudy Hariyanto, sampai Sambung. ”Latihan pagi, siang harus sekolah. Latihan sangat berat sampek melet-melet,” jelasnya.
Selama sekitar empat tahun, Achmad Chusairi meniti karir sebagai petinju amatir. Dia pernah ikut kejurda dan beberapa kali juara. Selepas bosen di amatir, Achmad Chusairi mencoba naik atatus ke tinju pro. Nah, disinilah dia sempat gabung dengan sasana Javanoa Malang, cabang Jember.
Namun karir pro justru tak sebagus di ring amatir. Achmad Chusairi hanya empat kali naik ring dengan rekor tiga kali menang, dan sekali kalah. Kekalahan perdana adalah lawan Simon.
Namun sebagai petinju, dia sempat merasakan kepedihan seorang petinju di era itu, yakni dibayar dengan gula. ”Saat main di Jatiroto, seluruh petinju dibayar dengan gula. Yang menang dapat 10 kilogram, yang kalah dapat 5 kilogram. Saya menang lawan Budi Laksono. Emak seneng saya bawa oleh-oleh gula, walau muka saya bengeb semua,” selorohnya.
Pelan namun pasti, Achmad Chusairi pun mundur dari dunia tinju pro. Kebetulan, saat itu para petinju sudah mulai jarang naik ring.
Karena suka musik, dia yang diam-diam punya bakat sebagai musisi mulai gabung dengan Orkes Sagita Balung, baik sebagai gitaris maupun vokal. Mat pun sering mbolos latihan tinju untuk bergabung dengan kalangan musisi.
Disinilah lama-lama bakat musisinya mulai terasah. Yang lucu, ketika Achmad Chusairi sudah beralih profesi sebagai musisi, Fadjar Indrajit masih belum tahu jika dia sudah jadi musisi. Belangnya ketahuan, ketika sebuah tinju pertandingan tinju amatir di GOR Argopuro, digabung dengan pentas musik rock dangdut.
Achmad Chusairi yang ikut band Baladhika Jember, membuat kaget pelatihnya ketika naik pentas bukan sebagai petinju, namun sebagai musisi. ”Saya ditanya Om Fadjar (mantan pelatihnya di Power BC, Red), laopo melu munggah panggung. Ya saya jawab ikut-ikutan saja. ketika saya main beneran, Om Fadjar baru tertawa-tawa ketika saya ternyata sudah gabung di grup Sagita,” terangnya, sambil tertawa.
Bosen di jalur rock dangdut, pada 1994 Achmad Chusairi mencoba cari nuansa lain. Dia pun gabung ke grup music Tornado, yang kerap main dari pub ke pub yang ada di Bali. Pada 1997 gabung ke Casablanca Band. Dan sekarang, gabung lagi ke Lacoustic yang main secara regular di Aston Hotel, sebagai vokalis tunggal.
”Di Aston, kami main allround. Ini tuntutan karena pengunjung ada yang suka rock, blues, pop sampai Banyuwangian,” jelasnya. Namun khusus music rock, Achmad Chusairi gabung di grup baru lagi, yakni J-Bizz Band.
Achmad Chusairi mensyukuri nasibnya yang kini sudah pure menjadi seorang penyanyi. Hanya saja, berbagai sabuk tinju dan beberapa keeping medali hasil tarung dari ring ke ring tetap disimpannya dengan rapi di rumah. Bagi Achmad Chusairi, itu semua adalah kenangan manis. ”Kepingan medali pernah ditawar seorang kolektor. Nggak saya berikan. Biar semua ini kami simpan untuk kenangan anak cucu kami nanti,” pungkasnya.
Tetap Simpan Medali dan Sabuk Juara Tinju
*Sumber : Hadi Sumarsono, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar